Ketika guru sesepuh Aliran Zen yang pertama, Bodhidharma tiba di Tiongkok, Bhiksu Huike memohon Dharma padanya. Saat itu adalah musim dingin salju berterbangan, Bodhidharma sedang duduk bersamadhi, Huike berdiri di luar dimana sedang turun hujan salju, tumpukan salju sudah mencapai lututnya, apakah Bodhidharma yang sedang berada di dalam sana mengetahuinya? Tentu saja tahu, namun beliau ingin melihat sampai dimana ketulusan hati Huike.
Mengetahui bahwa Huike memiliki sedikit niat ketulusan, maka Bodhidharma bertanya pada Huike, anda berdiri begitu lama di bahwa hujan salju, begitu tersiksa, buat apa? Huike menyatakan maksud kedatangannya adalah untuk memohon Dharma.
Bodhidharma berkata bahwa memohon Dharma merupakan hal besar, sikapmu ini masih belum bisa. Saat itu Huike membawa serta sebilah pisau bersamanya, lalu dia mengeluarkan pisau tersebut, seketika memotong lengannya sendiri, lalu mempersembahkan satu lengannya kepada Bodhidharma.
Bodhidharma yang melihat tindakannya yang sedemikian, tubuh jasmani pun tidak diinginkan lagi, dia benar-benar datang memohon Dharma. Pada saat itu, dalam kondisi lengan yang sudah terputus, Bhiksu Huike masih merupakan orang awam, dia juga tak berdaya, harus menahan kesakitan yang luar biasa, sehingga hatinya jadi tidak tenteram.
Bodhidharma bertanya pada Huike, apa yang ingin anda mohon padaku? Huike menjawab, hatiku tidak tenteram, mohon guru sesepuh menenteramkan hatiku. Setelah mendengarnya, Bodhidharma mengulurkan tangannya keluar lalu berkata : “Serahkan hatimu padaku, biar saya tenteramkan hatimu”.
Hingga kini rupang Bodhidharma juga diukir sedemikian rupa, dapat dilihat bahwa Bodhidharma sedang mengulurkan tangannya keluar. Bodhidharma berkata serahkan hatimu padaku, biar saya tenteramkan hatimu.
Saat itu Huike melihat ke dalam dirinya, mencari hatinya yang tidak tenteram tersebut, tetapi tidak berhasil menemukannya, dimanakah letak hati tersebut? Lalu dia berkata pada Bodhidharma : “Saya tidak berhasil menemukan di mana hatiku berada”.
Lalu Bodhidharma berkata lagi : “Saya sudah selesai menenteramkan hatimu”. Sepatah kalimat terakhir ini membuat Huike mencapai pencerahan mendadak, lalu Bodhidharma mewariskan jubah dan patra(mangkok)nya kepada Huike. Bhiksu Huike menjadi penerus Bodhidharma yakni guru sesepuh Aliran Zen yang kedua.
Mewariskan Dharma merupakan hal yang besar, mana bisa asal-asalan dan sembarangan.
Kutipan Ceramah Master Chin Kung 25 Juli 2015
達摩祖師到中國來,你看二祖向他求法,冬天,達摩祖師在打坐,二祖在外面站著,下雪,雪都到膝蓋了。達摩曉不曉得?曉得,看他的誠意。是有那麼一點誠意,就問他,你在雪裡站這麼久,這麼辛苦,何苦來?他說他求法。達摩說求法是大事,你這種態度還不行。那時候和尚身上都帶戒刀,他把戒刀拔出來,把這手臂自己砍下來,把一隻手供養達摩祖師。達摩祖師看他這樣子,我連身命都不要了,我真來求法。到那時候,這手砍斷之後,他總是凡夫,那還是疼痛,沒有辦法,只能忍耐,心不安。達摩祖師問他,你要求什麼?我心不安,求祖師替我安心。達摩祖師聽到了,手伸出來:你把心拿來,我替你安。現在塑達摩的像都是塑這個像,你看達摩手伸出來,他說你拿心來,我替你安。二祖這時回光返照去找,找不到,心在哪裡?回答一句,「我覓心了不可得」,我找不到心在哪裡。達摩祖師一句話提醒,「與汝安心竟」,我把你的心安好了。他就一下大悟,這個就是大徹大悟,衣缽就傳給他了。這是大事,大事因緣,傳法哪有那麼草率的,所以學生難。
文摘恭錄 — 二零一四淨土大經科註 (第二一九集) 2015/7/25
Sumber :
Keseimbangan Batin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar